Aku tidak tahu benang takdir apa yang membawamu ada di sekitar daerah tempat tinggalku. Siang itu , hari terakhirku di Bali. Setelah keputusanku bahwa Jakarta lebih mengundang untukku.
Aku sedang di dalam taxi, bersiap menuju bandara untuk mengejar penerbanganku. Mendadak mataku terpaku pada sosok rapi di jalan samping kiriku, ya itu kamu. Selalu ke kantor dengan berkemeja walaupun teman-temanmu cuek bercelana pendek dan bersandal jepit saja.
Aku keluar dari taxi, yang sedang melambat karena macet, lupa memberi aba-aba ke pengemudinya untuk menepi.
Menghampirimu, setengah belari. Dan sungguh kulihat kerlip terkejut di matamu.
Kuulurkan tanganku dan mengucapakan salam perpisahan. Di luar dugaanku, kamu meraihku dan mengecup kedua pipiku. Siang itu, aku merasa matahari Bali lebih terik dari biasanya, karena meninggalkan rona merah di wajahku. Dan mendadak angin pun terasa sejuk membelai diriku, seperti rasa bibirmu di pipiku.
Tidak ada panjang kata, hanya ucapan selamat jalan berlanjut dengan sebuah pesan singkat di handphone-ku, dari kamu ‘Aku senang kita bisa bertemu sebelum keberangkatanmu,hati-hati ya’.
Tidak ada janji untuk menjaga hati karena kita memang belum pernah membahas hal itu. Hanya perhatianmu yang dalam diam selalu bersedia mengantar aku pulang atau bersedia berhenti di pinggir jalan untuk sekedar menungguku membeli makan malamku.
Tiga tahun berlalu, dan kamu masih seperti dulu. Tidak ada kalimat pasti terucap dari bibirmu. Hanya pesan singkat yang sesekali datang menyapaku. Menanyakan kabar dan kegiatanku di Jakarta.
Hingga suatu hari kamu bilang kepadaku bahwa kamu memimpikanku. Di mimpimu, kamu melihat kita berdua menghabiskan waktu, saling bercerita seakan tidak ada jeda.
Dan hari itu, aku berdebar menunggu kedatanganmu. Akhirnya kamu memutuskan untuk mengunjungiku, dan mewujudkan impian tertundamu..
No comments:
Post a Comment