Mendadak aku rindu menangkap capung, mengikatnya dengan benang, menyisipkan sayap kertas bak pesawat terbang dan menerbangkannya di tengah padang ilalang.
Padang ilalang di tanah kosong di samping rumahku di kampung halaman.
Dan capung-capung pun berputar di benakku bagai film yang muncul dari masa lalu.
Dan capung-capung pun berputar di benakku bagai film yang muncul dari masa lalu.
Lihat itu Capung Kerbau, paling besar, gagah dengan tubuh berwarna hijau bagai sang Raja. Di ujung padang, seekor capung cantik melintas, ya dia Capung Emas, capung paling cantik dengan sayap dan badannya yang kemerahan.
Hoho, ini favoritku dan satu kebanggaan jika berhasil menangkapnya dengan jepitan ujung jari. Ya Capung Terasi, ramping, berwarna hitam dan paling lincah saat terbang.
Ah, pandanganku teralihkan oleh seekor capung kecil dan tipis, mirip jarum, mudah patah dan ringkih.Namun warna biru di badannya paling mempesona.Aku menamakannya Capung Jarum.
Semilir angin, wangi rumput, senja yang akan turun,membuatku betah bermain di padang.
Dan biasanya kegiatan menangkap capung itu terhentikan oleh suara Ibu yang memanggilku untuk mandi sore dan bilang bahwa Maghrib sudah menjelang. Sungguh, aku rindu masa itu...
No comments:
Post a Comment